Banner 468 x 60px

 

Senin, 02 Desember 2019

Dua Bait misteri dalam nadzom Alfiyah Ibnu Malik

0 komentar
الفيۃ ابن مالك
DUA BAIT MISTERI DALAM NADZOM ALFIYAH IBN MALIK 

Nadhom Alfiyah Ibn Malik karya Assyaikh Muhammad bin Abdullah bin Malik, merupakan sebuah karya yang sangat fenomenal, yang tidak akan pernah terhapus dalam khazanah intelektualitas pesantren. Khususnya pesantren salaf.

Kitab ini bertemakan tentang qaidah-qaidah gramatika bahasa arab, seputar nahwu shorof, dan diantara keunikan  dari kitab ini adalah penempatan kata-kata dan contoh dalam nadzhom yang tidak sembarangan, melainkan mempunyai maksud dan isyaroh tersendiri. Semisal kalam-kalam hikmah, falsafah dan nasehat hidup.

Beliau menamai nadzhom tersebut dengan nama Alfiyah, diambil dari jumlah bait dalam nadzom tersebut yakni seribu, (baca dalam bahasa arab; alfun).

Namun pada kenyataannya, jumlah bait dari nadzhom alfiyah itu sendiri adalah 1002 bait, ada tambahan 2 bait di muqoddimah, dan juga ada cerita menarik dibalik penambahan 2 bait tersebut.
Tentang arti dari sebuah rasa bangga, tentang ta’dzim kepada sang guru, tentang tulusnya sebuah karya, juga tentang adab terhadap orang yang sudah meninggal.

Diceritakan bahwa Syaikh Ibnu Malik dalam menyusun nazhom Alfiyah ini terinspirasi dari almarhum sang guru yang sudah terlebih dahulu menyusun sebuah nadzhom yang berjumlah 500 bait. Beliau adalah Syaikh Ibn Mu’thiy. Karyanya tersebut diberinama Alkaafiyah, namun mashur juga disebut dengan Alfiyah Ibn Mu’thiy. 
(Disebut Alfiyah, karena terdiri dari 1000 satar, adapun satar,adalah setengah bagian dari satu bait).

Ketika beliau sudah mantap menyimpan semua gambaran nadzhom alfiyah dalam memori otaknya, beliaupun memulai untuk menulis untaian nadzom-nadzom indah tersebut.

Hingga pada saat beliau menulis bait ke lima, bagian satar ke sepuluh yang berbunyi;

وتَقتضِى رضًا بغير سخطٍ  #  فائقةً ألفيّةً ابن معطى
(Dan kitab alfiyah itu akan menarik keridhoan yang tanpa didasari kemarahan
Dan kitab alfiyah ini lebih unggul dari kitab alfiyahnya ibnu mu’thiy)

Seketika semua hafalan yang sudah tersimpan rapi dalam memori otak beliaupun lenyap. Beliau tidak ingat satu hurufpun.
Syaikh ibnu malik pun merasa cemas, sedih, juga bingung, entah apa yang harus beliau lakukan.  Hingga akhirnya beliaupun tertidur pulas.

Dalam mimpinya, beliau dibangunkan oleh seorang kakek yang memakai pakaian serba putih, jubahnya hampir menutupi sebagian kepalanya sehingga wajahnya tidak nampak secara jelas.
Kakek itu menepuk pundak syaikh ibnu malik sambil berkata;

“wahai anak muda, bangunlah!, bukankah kamu sedang menyusun sebuah kitab?”

“Iya kek,” seketika ibnu malik terbangun.

“namun aku lupa semua hafalanku, sehingga aku tak mampu tuk melanjutkanya” lanjutnya.

Kakek itu pun bertanya, “sudah sampai mana kamu menulisnya?”

“baru sampai bait kelima”,  beliau menjawab sambil membacakan bait yang terakhir.

“bolehkah aku melanjutkan hafalanmu,?” tanya kakek tersebut.

“tentu saja”.

Kakek itupun membacakan sepasang bait ;

فائقةً من نحو ألف بيتي  #  والحيّ قد يغلب ألف ميّتي
(Seperti halnya mengungguli dalam seribu bait #
Orang yang masih hidup, terkadang mengalahkan 1000 orang yang sudah meninggal)

Seketika setelah mendengar satu bait yang diucapkan oleh kakek tersebut, Syaikh Ibn Malik pun terbangun. Dan beliaupun menyadari satu hal, bahwa kakek dalam mimpinya itu tidak lain adalah sang guru, yakni Syaikh Ibnu Mu’thiy yang dengan jelas menegur Syaikh Ibnu Malik dengan sindiran di bait tersebut.
Beliau juga sadar, bahwa ungkapan bangga yang beliau ungkapkan dalam bait kelima tersebut ternyata merupakan perasaan takabbur yang timbul dari nafsunya, perasaan yang secara tidak langsung telah menerobos sebuah adab, akhlaqul karimah seorang murid  kepada gurunya.

Sadar akan hal itu, Ibnu Malik pun bertaubat kepada Sang pencipta atas rasa takabburnya. Beliau juga hendak meminta maaf kepada Ibnu Mu’thiy, beliau berziarah ke makam Syaikh Ibnu Mu’thiy.

 Selepas berziarah, beliaupun hendak melanjutkan karangan tersebut dengan menambahkan 2 bait di bagian Muqoddimah yang pada awalnya tidak masuk dalam rencana, dengan harapan bahwa hafalannya akan pulih kembali.

2 bait tersebut berbunyi seperti ini :

وهو بسبق حائز تفضيلا # مستوجب ثنائي الجميلا
Dan dia (ibnu mu’thiy) memang lebih dahulu dan mendapatkan keunggulan
Dia juga pantas mendapatkan pujian (legitimasi) yang sangat baik dariku

والله يقضي بهبات وافرة # لي وله في درجات الآخرة
Semoga Alloh memberikan anugerah yang sempurna
Untukku dan juga beliau dalam derajat yang tinggi di akhirat kelak

Secara ajaib, semua memori hafalan nadzom yang ingin beliau tulis itupun kembali tergambar jelas di otak dan hatinya. Beliaupun sangat bersyukur dan kemudian melanjutkan karangannya.

Hingga akhirnya terciptalah sebuah mahakarya yang terkenal di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Nadhoman yang sangat popular dikalangan santri, khususnya santri salaf. Dan sampai saat ini pun, masih banyak santri-santri yang menghafalnya.

Konon katanya, hafalan Alfiyah itu sendiri lebih cepat hilang dibanding Al-qur’an apabila si penghafalnya berbuat maksiat. Dan juga orang yang hafal Alfiyah itu punya daya tarik tersendiri.Wallohu a’lam.

Banyak sekali versi yang tersebar tentang 2 bait tambahan dalam nadzom Alfiyah Ibnu Malik, salah satunya diceritakan dengan jelas dalam Syarah Alfiyah itu sendiri, yakni dalam kitab Qodhi Al-qudhot. 

Namun inti nya sama, yakni cerita yang mengandung pesan tentang adab kita kepada seorang guru yang harus tetap dilakukan, meskipun kemampuan kita telah melebihi sang guru tersebut. Atau meskipun guru kita telah meninggal dunia.

Karena tidak ada yang namanya “mantan guru”…

Copas : Sabilul Huda Media

0 komentar:

Posting Komentar