INSPIRASI RAMADHAN:
Kiagus Muhammad Husni*: Jalan Bisnis Juragan Konveksi Tenabang
Setiap pengusaha memiliki tips dan trik tersendiri untuk mencapai kesuksesan. Ada orang sukses karena terpacu hutang, sukses karena penyakit, sukses karena pandai membaca peluang. Penggusaha konveksi ini berhasil karena menggunakan jurus kran air. Bagaimana teori dan praktiknya?
Awalnya usaha yang dijalankan Kiagus Husni ini bukan konveksi. Alumni Pesantren Modern Gontor tahun 1999 ia sempat mencoba usaha makanan dan pakaian di Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat. Santri yang pernah mengabdi setahun di PLMPM Gontor ini baru saja menyelesaikan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti tahun 2005. Usahanya belum mapan sementara kebutuhannya meningkat pasca pernikahannya dengan Fatrisya tahun 2006.
Sehari-hari kebutuhan hidupnya bergantung pada hasil penjualan pakaian. Husni pun harus pandai-pandai mengelola keuangan agar tidak besar pasak daripada tiang. Tahun 2007 – 2008 usaha ini sempat dihempas krisis namun tidak sampai membuat tokonya tutup. Bencana justru datang pada tahun 2009 karena tertipu salah satu klien langganannya. “Total kerugianya sekitar 2 miliyar,” ujar pengusaha muda saat ditemui Majalah Gontor dikediamanya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Saat itu Husni memproduksi pakaian batik yang bahan bakunya diambil dari China yang pengerjaannya dilakukan di Pekalongan, Jawa Tengah dan dijual di Pasar Tanah Abang. Karena ketipu 2 miliyar, Husni tidak bisa mengambil bahan baku dan terancam tidak bisa memproduksi pakaian. Untuk menjaga usahanya tetap berjalan, ia meyakinkan pensuplay produk agar tetap bisa mengirim barang kepadanya. “Untuk memulihkanya selama 11 bulan saya tidak bisa mengambil untung demi tetap produksi dan melayani pesanan klien di daerah. Benar-benar perjuangan berat,” paparnya.
Setelah berhasil melewati krisis, datang hambatan kedua. Tahun 2011 usaha batik ini mengalami penurunan omset karena trend masyarakat beralih ke pakaian biasa. Disitulah awal mula usaha konveksi dirintis dari awal. Dengan perencanaan yang matang Husni mendirikan konveksi dan bordir mesin bernama PT Yudhistira Perdana Mandiri (YPM) bergerak di bidang perdagangan, jasa, dan industry.
Husni menawarkan pembuatan pakaian secara profesional untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan berbagai segmen pelanggan melalui produk pakaian dan jasa yang berkualitas, inovatif, dan berkesinambungan. Dibekali pengalaman sebelumnya, Husni menjaga dan meningkatkan kepercayaan dalam hubungan bisnis kepada seluruh segmen pelanggannya. “Berdasarkan pengalaman pribadinya, bisnis harus total melibatkan semua aspek dengan dimensi spiritual ketauhidan,” ujarnya.
Buah Sedekah
Pria kelahiran Palembang, 7 Juli 1983 ini menegaskan bahwa dimensi spiritual yang selalu menyertai langkah bisnis ini adalah sedekah. Baginya, sedekah menjadi sumber pengendali usaha sehingga meningkat pesat. Pada tahun itu juga bersamaan dengan berdirinya Yayasan Visi Kita yang berdedikasi kepada dimensi vertikal dan horizontal. “Disitu saya mulai merasa nyaman dan gampang memcari uang tidak perlu berangkat pagi pulang malam,” tuturnya.
Konsep ini penting dipegang para pelaku bisnis bahwa usaha manusia akan bermuara pada ketentuan Allah SWT. Allah tidak pernah mengingkari janjinya, manusialah yang mengingkari kewajibannya sebagai hamba yaitu beribadah. Husni meyakini bahwa semua kemajuan bisnisnya semata-mata pertolongan Allah SWT. Belum ada sepuluh tahun, bisnis yang ia jalankan berkembang pesat bahkan beranak pinah mulai dari konveksi, retail, kuliner dan biro perjalanan haji dan umrah yang dalam sebulan mampu meraup omset milliyaran.
Selama ini kebanyakan orang melakukan sedekah dan infaq setelah ia mendapatkan keuntungan. Tapi Husni memiliki paradigma baru bahwa mengeluarkan dana di depan untuk sedekah akan lebih utama sebagaimana yang ia lakukan. “Jika seorang berani melakukannya, janji Allah akan terbukti. Tidak ada yang lebih indah teori ekonomi dari itu,” paparnya.
Dengan konsep ini Husni menunaikan sedekah dengan niat membersihkan harta dengan jumlah sedekah 10 persen dari omset yang diinginkan. Misalnya agar mendapatkan tender 1 miliyar maka ia sedekah 100 juta. Jika baru punya uang 10 juta, maka 10 juta itu ditunaikan sisanya dianggap sebagai hutang yang nanti akan dibayar ketika tender itu diperolehnya.
Sejak mengenal konsep ini Husni jarang mencari klien, tiba-tiba saja ada calon klien yang menghubungi untuk menjalin kerjasama. Kini, PT Yudhistira Perdana Mandiri berdiri di beberapa kota di Indonesia seperti workshop di wilayah Cipadu Jakarta Selatan dan brand office di Citeureup Bogor, Sleman Jogjakarta, Palembang, Riau, dan Banjarmasin Kalimantan Selatan. “Itulah tanda kebesaran Allah kepada hambanya yang yakin dengan jalan suksesnya,” paparnya.
Selama ini orang terbelenggu dengan konsep ekonomi non Islam. Mau memulai usaha dihitung dengan perincian yang matang. Dulu Husni pernah membuka bisnis pisang goreng pasing di Palembang tahun 2008. Meskipun sudah berkembang menjadi empat cabang usaha ini tidak eksis sampai sekarang. Demikian juga ketika membuka usaha Bakso Indo pada tahun 2010 hanya bertahan setahun. Kini selain memiliki usaha konveksi dengan ratusan karyawan, ia juga mewaralaba supermarket di daerah Kebon Kacang Jakarta Pusat yang omsetnya hampir setengah miliyar per bulan. Ada juga bisnis travel bernama PT Mitra Mina Sejahtera yang beroperasi di Bogor dan Palembang. “Semua berjalan mengalir saja,” papar ayah satu anak ini.
Menjadi Kran
Lima tahun yang lalu Husni termasuk ketat dalam manajemen bisnis dan analisa. Setiap menjalankan bisnis harus menyusun perencanaan yang serba ketat dan tunduk pada manajemen kapitalis. Rupanya, semua tidak ada bandingnya dengan manajemen sedekah. Menurutnya, tamsilan yang tepat pada konsep ini adalah kran air. Jika Allah sudah membuka kran rizki pasti akan banyak air yang keluar. Beda kran dengan gentong air, jika gentong diisi air isinya banyak tapi di dalamnya juga banyak lumut, sampah dan air yang tidak segar. Sementara kran yang setiap hari dilewati air pasti airnya jernih dan segar serta tak terbatas. “Coba cari tuhan mana yang bisa memberi rizki seperti itu apakah kita tidak ingin beriman kepadanya. Jadi jangan berharap kepada manusia,” paparnya.
Husni memang dilahirkan dari orangtua yang memang pedagang kain bernama Kiagus Nung Chik dan Yusmala Dewi. Menurut orangtuanya, untuk memulai bisnis carilah usaha yang ada kelipatannya. Misalnya usaha bakso yang memungkinkan ada kelipatannya dari 10 mangkok menjadi 100 mangkok sampai 1.000 mangkok. Usaha yang tidak ada kelipatanya misalnya cukur rambut yang sehari maksimal 10 – 20 kepala.
Suatu ketika pria yang hobi mengoleksi mobil sport dua pintu ini pernah mewakafkan mobil grandisnya ke sebuah pesantren tahfidz dan yayasan anak yatim di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tidak disangka-sangka beberapa waktu kemudian datang utusan dari super market yang menawarkan waralaba jenis baru dengan konsep dan keuntungan dua kali lipat lebih besar dari usaha sebelumnya. Tanpa pikir panjang, Husni pun menerimanya dan berjalan sampai sekarang.
Jadi, kata Husni, kalau orang tidak percaya ada rizki yang tidak disangka-sangka, atau ada riski turun dari langit, itulah buktinya. Husni berpesan kepada para pengusaha khususnya, dan kepada masyarakat yang ingin meraih kesuksesan jangan melupakan kewajiban itu. “Minimal 2,5 persen dikeluarkan untuk sedekah sebelum digunakan untuk anak istri sehingga apa yang kita makan sudah bersih dan berkah,” tandasnya.
Dengan kosep ini pula Husni telah merasakan kesuksesan tidak hanya memiliki empat toko di Pasar Tanah Abang, kantor cabang PT YPM di beberapa kota dengan puluhan karyawan dan dua rumah mewah di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara beserta dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah. “Tapi bagi saya tempat paling tenang dan nyaman adalah mushala di rumah tempat bermunajat setiap malam,” pungkasnya. (AHMAD MUHAJIR).
*K.M. Husni (wakil ketua yayasan visi kita)
Sumber: http://majalahgontor.net/