KATA PENGANTAR
الحَمْدُ للّه لاَ أَبْغِى بِهِ بّدّلاحَمْدًا يُبَلِّغُ مِنْ رِضْوَانِه الأمَلا ثُمَّ الصَّلاةُ وَ السَلاَمُ عَلَى خَيْرِ الْوَرَى وَعَلَى ساَدَاتِنَا الِه وَ صَحْبِه الْفُضَلا
Kalimat syukur diucapkan oleh hamba yang dhaif ini atas kemampuan yang diberikan oleh Allah SWT untuk menyusun dan menuliskan hasil analisis yang sederhana ini. Shalawat dan salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang perjalanan hidupnya menjadi inspirasi dan motivasi bagi penulis untuk membuat karya yang bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Maksud penulisan makalah ini adalah sebagai bahan referensi dalam pembelajaran bahasa Arab.
Berkenaaan dengan hal ini, penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ibu Prof. DR. Yumna Rasyid, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Analisis Kontrastif dan Analisis Kesalahan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi terselesainya tugas makalah ini.
Akhirnya penulis sadari bahwasanya dalam penulisan makalah yang sederhana ini masih banyak menyimpan kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis berharap saran dan kritik dari semua pihak untuk proses perbaikan.
Akhirnya teriring doa, semoga apa yang dituliskan bisa terealisasikan dan menjadi amal manfaat bagi penulis.
Jakarta, 11 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang Masalah 4
1.2 Pembatasan Masalah 5
1.3 Perumusan Masalah 5
1.4 Tujuan Penulisan 5
1.5 Metode Penulisan……………………………………………………………………………………………5
BAB II KAJIAN TEORI 6
2.1 Hakikat Analisis Kontrustif 6
2.2 Hipotesis Analisis Kontrustif……………………………………………………………………………6
2.1 Tujuan Analisis Kontrustif……………………………………………………...7
2.2 Hakikat Morfologi 8
2.3 Objek Kajian Morfologi 10
BAB III PEMBAHASAN 18
3.1 Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia (PKJ BI) 11
3.2 Pola Kata Jamak Bahasa Arab 13
3.3 Persamaan Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab 18
3.4 Perbedaan Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab 18
3.5 Kesulitan Ssiswa dalam Masalah Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab 19
3.6 Solusi Masalah Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab 19
BAB IV PENUTUP 20
4.1 kesimpulan 20
4.2 Saran dan Kritik 21
DAFTAR PUSTAKA 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua, terutama dalam membaca maupun membuat sebuah kalimat, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan.Hal itu terjadi akibat siswa menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam bahasa pertama. Dalam hal ini, siswa menggunakan sejumlah unsur dan tata bahasa dalam bahasa pertama untuk kegiatan dalam bahasa kedua.Akibat unsur-unsur kebahasaan itu tidak terdapat dalam bahasa pertama sedangkan siswa pada saat menggunakan bahasa kedua dituntut untuk menggunakan unsur itu, maka mengakibatkan kesalahan dan kesulitan dalam berbahasa. Hal semacam ini sangat perlu diselesaikan dengan sebuah solusi.Salah sat u solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan siswa akibat pengaruh unsur-unsur kebahasaan itu adalah dengan melakukan sebuah analisis kontrastif.
Salah satu masalah yang dihadapi para siswa adalah dalam masalah morfologi antara bahasa pertama dan bahasa kedua.Seperti afiksasi, pembentukan kata kerja aktif pasif, kata ganti, konsep tunggal Jamak dan lain- lain.
Realitanya, banyak siswa yang terkecoh dalam masalah pembentukan kata, seperti penggunaaan kata tunggal dan kata jamak antara bahasa pertama dan bahasa kedua. Maka dari itu, salah satu analisis bahasa tersebut adalah analisis morfologi konsep kata tunggal dan kata jamak dari sisi pembentukan kata. Permasalahan yang kami uraikan adalah Pola Kata Jamak Bahasa Arab (PKJ BA) dan Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia - (PKJ BI) dari aspek morfologi, serta menemukan persamaan dan perbedaan konsep pembentukan antara PKJ BA dan PKJ BI.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas “ Analisis Kontrastif Konstruksi Kata Tunggal dan Jamak Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab”, yang meliputi pengertian analisis kontrastif, deskripsi PKJ BI, deskripsi PKJ BA, kontrastif PKJ BI dan PKJ BA, prediksi kesulitan peserta didik pada PKJ BI dan PKJ BA, serta solusi untuk menanganinya. Yang mana ditujukan untuk memberikan satu sumbangan yang berarti untuk keberhasilan proses belajar mengajar bahasa Arab.
1.2 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami membatasi masalah menjadi “Analisis Kontrastif Konstruksi Kata Jamak Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab”
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pola pembentukan kata jamak dalam bahasa Indonesia?
2. Bagaimanakah pola pembentukan kata jamak dalam bahasa Arab?
3. Bagaimanakah persamaaan pola pembentukan kata jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab?
4. Bagaimanakah perbedaan pola pembentukan kata jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab?
5. Apakah kesulitan siswa pada pola pembentukan kata jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab?
6. Bagaimanakah solusi untuk menangani kesulitan siswa pada pola pembentukan kata jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab?
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari analisis kontrastif ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesalahan yang kesulitan siswa dalam masalah kata tunggal dan jamak antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
2. Untuk mengetahui besar presentase kesalahan siswa dalam masalah kata tunggal dan jamak antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
3. Untuk mengetahui penyebab kesulitan dan kesalahan tersebut.
4. Untuk mendapatkan solusi dalam mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut.
1.5 Motode Penulisan
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode studi pustaka (library research). Studi pustaka adalah mengambil dan mengkaji teori-teori yang relevan dalam permasalahan yang dibahas, berupa tujuan, sintensis, atau ringkasan keputusan tentang masalah penelitian.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Analisis Kontrastif
Analisis kontrastif adalah kegiatan memperbandingkan struktur B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu. Hambatan terbesar dalam proses menguasai bahasa kedua (B2) adalah tercampurnya sistem bahasa pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis kontrastif mencoba menjembatani kesulitan tersebut dengan mengkontraskan kedua sistem bahasa tersebut untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi.
Analisis Kontrastif (Contrastive Analysis) adalah sebuah metode yang digunakan dalam mencari suatu perbedaan antara bahasa pertama (B1) dan Bahasa Target (B2) yang sering membuat pembelajar bahasa kedua mengalami kesulitan dalam memahami suatu materi bahasa kedua yang dipelajarinya tersebut. Dengan adanya analisa kontrastif ini diharapkan pembelajar dapat memahami bahasa kedua atau bahasa asing dengan lebih mudah.
Secara umum memahami pengertian analisis kontrastif dapat ditelusuri melaui makna kedua kata tersebut. Analisis diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkmkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami. Moeliono (1988:32) menjelaskan bahwa analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan an tar a dua hal. Perbedaan inilah yang menarik untuk dibicarakan, diteliti. dan dipahami. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan. Istilah kontrastif lebih dikenal dalam ranah kebahasaan (linguistik). Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
2.2 Hipotesis Analisis Kontrastif
Perbandingan struktur antara dua bahasa B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh siswa menghasilkan identifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Perbedaan antara dua bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesalahan yang akan dihadapi oleh siswa. Dari sinilah dijabarkan hipotesis analisis kontrastif.
Dalam perkembangannya kita mengenal dua versi hipotesis anakon, hipotesis bentuk kuat menyatakan bahwa “Semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa. Sedangkan hipotesis bentuk lemah menyatakan bahwa anakon hanyalah bersifat diagnostik belaka. Karena itu anakon dan analisis kesalahan (anakes) harus saling melengkapi. Anakes mengidentifikasi kesalahan di dalam korpus bahasa siswa, kemudian anakon menetapkan kesalahan mana yang termasuk ke dalam kategori yang disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2. Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini :
1. Penyebab utama atau penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam pengajaran asing adalah interferensi bahasa ibu.
2. Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2.
3. Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut atau gawat kesulitan belajar.
4. Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlukan untuk meramalkan kesulitan dan kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa asing.
5. Bahan pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua bahasa itu, kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan kontrastif.
2.3 Tujuan Analisis Kontrastif
Dalam suatu kegiatan penemuan suatu benda atau hal yang baru, tentu diikuti dengan adanya tujuan maupun manfaat yang terjadi bilamana akan ditemukannya atau diadakannya hal atau benda yang baru tersebut. Maka, ada tiga asumsi dasar yang bertujuan ditemukannya analisis kontrastif, sebagai berikut:
a. Memberikan wawawsan tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa pertama dengan bahasa kedua yang akan dipelajari.
b. Menjelaskan dan memperkirakan masalah-masalah yang timbul dalam belajar B2.
c. Mengembangkan bahan pelajaran bahasa kedua untuk pengajaran bahasa.
Sedangkan, Tarigan (1997) menyatakan bahwa tujuan dari analisis kontrastif yang dihubungkan dengan proses belajar-mengajar bahasa kedua, antara lain:
a. Untuk penyusunan materi pengajaran bahasa kedua, yang dirumuskan berdasarkan butir-butir yang berbeda antara kaidah (struktur) bahasa pertama dan kaidah bahasa kedua yang akan dipelajari oleh peserta didik.
b. Untuk penyusunan pengajaran bahasa kedua yang berlandas tumpukan pada pandangan linguistic strukturalis dan psikologi behavioris.
c. Untuk penyusunan kelas pembelajaran bahasa terpadu antara bahasa pertama siswa dengan bahasa kedua siswa yang harus dipelajarinya.
d. Untuk penyusunan prosedur pembelajaran atau penyajian bahan pengajaran bahasa kedua.
2.4 Hakikat Morfologi
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata “morf” yang berarti bentuk dan kata “logi” yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata; sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup.
Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afik, dengan berbagai alat proses pembenktukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentuklan kata melalui proses afiksasi, reduplisasi, ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi dan sebagainya. Jadi ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan. Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Dalam kajian morfologi, alasan sosial itu kita singkirkan dulu.
Di dalam Linguistik “ilmu bahasa”, morfologi merupakan salah satu struktur internnya. Menurut kamus umum Bahasa Indonesia Morfologi adalah ilmu bentuk.
Menurut Ramlan morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Dalam definisi lain di katakan bahwa Morfologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Contoh: kata Sepeda Motor terdiri dari dua morfem, yaitu morfem Sepeda dan morfem Motor, yang masing-masing merupakan kata.
Adapun yang dimaksud dengan morfologi bahasa Arab yang menurut bahasa berarti mengubah sesuatu dari asalnya, dan menurut istilah ialah mengubah dari asal (pokok) pertama kepada contoh yang berlainan Al Kailani mengatakan “Tasrif adalah perubahan asal yang satu menjadi contoh-contoh yang banyak bagi beberapa arti yang diharapkan, yang tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dengannya”. Yang dimaksud asli disini ada dua pendapat, menurut ulama’ Basrah ialah masdar dan menurut ulama’ kufah ialah fi’il madhi. Sedang dimaksud dengan mengubah adalah mengubah dari pada fi’il madi ke fi’il mudhari’, masdar, isim fa’il, isim maf’ul, fi’il amar, fi’il nahi, isim zaman/makan, dan isim alat.
2.5 Objek Kajian Morfologi
Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses forfologi, dan alat-alat dalam proses morfologi itu. Dalam proses morfologi dasar atau bentuk dasar merupakan bentuk yang mengalami proses morfologi. Dasar ini dapat berupa bentuk pilimorfemis (bentuk berimbuhan, bentuk ulang dan bentuk gabungan). Alat pembentuk kata dapat berupa afiks dalam proses afiksasi, dapat berupa pengulangan dalam proses reduplikasi dan berupa gabungan dalam proses komposisi.
Beberapa konsep dalam bidang morfologi yaitu:
1. Kata
2. Morfem
3. Alomorf
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia (PKJ BI)
Menurut Anton Moeliono bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti:
Tunggal Jamak
Kursi Kursi-kursi
Meja Meja-meja
Buku Buku-buku
Teman Teman-teman
2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti:
1. Beberapa + meja (kata tunggal) -> Beberapa meja
2. Sekalian + tamu (kata tunggal) -> Sekalian tamu
3. Semua + buku (kata tunggal) -> Semua buku
4. Sepuluh + Komputer (kata tunggal) -> Sepuluh komputer
3) Bentuk jamak dengan menambah kata bantu jamak, seperti:
1. Para tamu
2. Banyak tamu
4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang, seperti:
1. Mereka
2. kita
3. Kami
4. Kalian
5) Pengulangan salin suara
Contoh : Sayur- mayur, corat- coret, desas- desus, warna- warni
6) Kekolektifan yang merupakan kumpulan yang sejenis, seperti : dedaunan, pepohonan, sesajian, reruntuhan, jari- jemari, tali- temali, gunung- gemunung
7) Kekolektifan yang merupakan kumpulan berbagai jenis, seperti : tumbuh- tumbuhan, kacang- kacangan, padi- padian, batu- batuan, umbi- umbian
Dalam bahasa Indonesia terdapat leksem yang bermakna jamak yaitu kata yang telah bermakna jamak meskipun tanpa pemarkah atau penanda jamak, seperti:
1. Masyarakat
2. Publik
3.2 Pola Kata Jamak Bahasa Arab (PKJ BA)
Dalam bahasa arab, berkenaan dengan jumlah pada kelas nomina, BA memiliki tiga bentuk jumlah, yakni tunggal (mufrād), dual (muṡannā), dan jamak (jama’); jamak berlaku untuk lebih dari dua.
Mufrad adalah jumlah yang menunjukkan pada sesuatu yang tunggal, baik bergender laki-laki maupun perempuan, nakirah atau ma’rifah, kata sifat maupun kata yang disifati, jāmid (kata benda yang bukan derivasi dari kata kerja) atau musytaq (kata benda yang merupakan derivasi dari kata kerja) dan berakal maupun tak berakal, seperti pada: qalamun “pena”, imra’atun “perempuan”, ḥāmidun “yang memuji”, maḥmūdun “yang dipuji”, maktabun “meja”, nabātun “tumbuh-tumbuhan”, ṭā’irun “burung”, anta “kamu laki-laki, allażī “yang (merujuk pada laki-laki)”, dan lain sebagainya.
Muṡannā adalah jumlah yang menunjukkan sesuatu yang berjumlah dua, seperti contoh-contoh mufrad di atas namun dengan menambahkan alif dan nun (اَنِ - ) di akhir kata pada nominatif, serta yā dan nūn (يْنِ-) pada kasus akusatif dan genitif, seperti: baḥrun “laut” – baḥrāni (nominatif) - baḥraini (akusatif dan genitif); allażī “yang (merujuk pada laki-laki)” – allażāni – allażaini; allatī “yang (merujuk pada perempuan)” – allatāni – allatainī; maḥmūdun - maḥmūdāni - maḥmūdaini; dan lain-lain.
Sedangkan jamak [1] pada BA mengarah pada jumlah yang lebih dari dua. Ada dua kategori jamak: pertama, hanya dengan menambahkan /وْنَ-/ wawu dan nun atau /اتٌ-/ alif dan ta pada nominatif, dan /ين-/ yā dan nūn atau /اتٍ-/ alif dan tā’ pada akusatif dan genitif; kedua: dengan beberapa pola yang akan di uraikan kemudian.
Kajian ini berusaha menjelaskan bentuk-bentuk jamak dan pembagiannya, namun bentuk jamak tidak dapat dilepaskan dari bentuk tunggal dan duanya. Proses terbentuknya sebuah kata hingga jamak dalam bahasa Arab yaitu:
Mufrād ( kitābu ) → Muṡannā ( kitabāni ) → jama’ ( kutubun )
Pada contoh di atas, kata kitābu ‘buku’ menunjukkan kata benda tunggal, kitabāni ‘dua buku’ menunjukkan kata benda dual, dan kutubun ‘tiga buku atau lebih’ menunjukkan kata benda jamak/berjumlah banyak.
Jamak pada bahasa Arab adalah isim yang bermakna lebih dari dua dan berfungsi merubah wazan kata. Pembentuk jamak, ada yang hanya memanfaatkan penanda imbuhan dengan menambahkan akhiran pada kata tanpa merubah bentuk asalnya, namun ada pula yang merubah total bentuk asalnya dengan pola-pola tertentu. Kasus jamak dalam bahasa Arab memang agak rumit untuk mengingatnya, karena kebanyakan kata jamak memiliki bentuk tak beraturan, meskipun sudah ada rumusan pola-pola pembentukannya.
Sebagaimana yang telah disinggung di atas bahwa dalam struktur bahasa Arab mengenal tiga kategori jumlah, yaitu tunggal, dua dan jamak. Kategori jumlah yang akan diuraikan berupa kategori jumlah yang terdapat pada nomina, yaitu: Mufrad (tunggal), Isim Mufrad adalah bentuk kata benda tunggal, misalnya: hayawānu “binatang” – muslimu “seorang muslim” – kitābu “buku” – qalamu “pena”; isim muṡanna adalah kata benda bermakna dua yang ditandai dengan akhiranاَنِ - /āni/ pada nominatif (rafa’) misalnya: kitabāni “dua buku”, qalamāni “dua pena”, muslimāni “dua orang muslim”, dan يْنِ- /īna/ pada akusatif (nasb), dan genitif (jar) seperti: ‘ala al-muslimaini “dua orang muslim”; jamak pada BA menunjukkan isim yang berjumlah tiga atau lebih.
Bentuk jamak dalam bahasa Arab ada dua macam, yakni jama’ sālim dan jama’ taksir. Jamak sālim adalah sebuah bentuk jamak yang telah memiliki kaidah baku, mudah dihafal, dan tidak menyulitkan para pembelajar bahasa Arab. Jamak sālim dibagi lagi menjadi dua jenis. Pertama, jama’ mużakkar sālim, dan kedua, jama’ muannaṡ sālim. Jama’ mużakkar sālim sering disebut dengan masculine sound plural, sementara jama’ muannaṡ sālim sering disebut dengan feminin sound plural. Sedangkan jama’ taksir disebut juga dengan the broken plural.
1. Jama’ Sālim
Jama’ sālim adalah jamak yang memiliki bentuk baku, penamaan sālim berdasarkan pola (wazan), karena pola pada jama’ sālim tidak berubah, hanya ditambahkan waw dan nūn /وْنَ-/ atau alif dan tā’ /اتٌ-/ pada nominatif, dan yā dan nūn /ين-/ atau alif dan tā’ /اتٍ-/ pada akusatif dan genitif.
Berdasarkan jenis (feminin dan maskulin) Jama’ sālim dibagi menjadi dua: (1) jamak mużakkar sālim (bergender maskulin); (2) jamak muannaṡ sālim (bergender feminin).
1) Jama’ mużakkar sālim (جمع مذكر سالم)
Jama’ mużakkar sālim adalah isim yang menunjukkan sesuatu yang lebih dari dua pada jenis mużakkar (maskulin), pembentukan jamak ini dengan menambahkan waw dan nūn /وْنَ-/ pada wazan kata dalam kasus marfu’/nominatif, seperti: ta’iba al-lā’ibūn “para pemain itu telah lelah”; dengan menambahkan yā dan nūn /ين-/ -īna dalam wazan (pola) pada kasus mansūb/akusatif dan majrūr/genitif, seperti pada: akrim al-mujtahidīn “muliakanlah para mujtahid”, dalam kasus akusatif; dan nusallimu ‘alā al-musāfirīn “kami memberi salam kepada para musafir”, dalam kasus genitif.
Syarat terbentuknya jamak ini adalah:
1) Isim yang berupa nama untuk mużakkar yang berakal, dengan syarat konsonan akhirnya bukan /tā’/ (tā’ ta’niṡ) seperti pada nama: hamzah, dan tidak murakkab (tersusun dari dua kata) seperti ‘abdu ar-rahmān; misalnya: Ahmad, sa’īd, dan khālid.
2) Isim Sifat bagi mużakkar yang berakal, dengan syarat konsonan akhirnya bukan /tā’/ (tā’ ta’niṡ), seperti ālim “orang yang mengetahui/orang yang berilmu”, kātib “sekretaris”; namun kata tersebut memungkinkan dimasuki tā’ ta’niṡ, sehingga menjadi ālimah dan kātibah. Isim tafḍil (kata yang bermakna menyatakan lebih), seperti afḍal ”lebih utama”, dan akmāl “lebih sempurna”; kedua kata tersebut tidak terdapat tā’ namun tidak boleh dijamakkan. Isim sifat yang tidak terdapat tā’, ada dua kemungkinan bentuk, yaitu pada kata itu bisa dimasuki tā’, atau tidak bisa dimasuki tā’ karena berupa isim tafḍil, namun isim sifat yang tidak bisa dimasuki ta dan juga bukan isim taḍfil, kata tersebut mutlak tidak boleh dijamakkan, seperti kata: aḥmar “yang merah”, ṣabūr “yang sabar”, dan qatīl “yang dibunuh”.
2) Jama’ muannaṡ sālim (جمع مؤنث سالم)
Jama’ muannaṡ sālim adalah nomina (isim) yang menunjukkan sesuatu yang lebih dari dua, dan menunjukkan gender feminin, pembentukan jamak ini dengan menambahkan alif dan tā’ (berharakat marfu’) /اتٌ-/ pada wazan kata dengan kasus marfu’/nominatif, seperti: haḍarat al-fāṭimātu “Fatimah-fatimah itu telah hadir”; dan menambahkan alif dan tā’ (berharakat kasrah) /اتٍ-/ pada wazan dalam kasus akusatif saqaitu asy-syajarāti “saya telah menyirami pepohonan”, dan dalam kasus genitif seperti: jalastu ba’īdan ‘an al-baqarāti “saya telah duduk jauh dari sapi-sapi betina itu.”
2. Jama’ at-taksīr
Jamak taksir sebagaimana jamak sālim, yaitu isim yang menunjukkan sesuatu yang lebih dari dua disertai dengan perubahan pola (wazan) pada bentuk kata tunggalnya. Dengan demikian jamak ini disebut juga dengan the broken plural (jamak yang telah rusak), karena terjadi perubahan pola dari bentuk kata tunggalnya. Misalnya:
rajulun (I)→ rajulāni (II)→ rijālun ِ(III)
Rajulun “seorang laki-laki” merupakan bentuk mufrad, rajulāni “dua orang laki-laki” bentuk muṡanna, dan rijālun “laki-laki (lebih dari dua)” adalah bentuk jamak.
Jamak Taksir terbagi menjadi dua bagian
ينقسم جمع التكسير الي قسمين : جمع قلة و جمع كثرة.
1. جمع القلة : هو ما دل علي ثلاثة فما فوقها الي العشرة.
2. جمع الكثرة : هو ما دل علي ما فوق العشرة الي غير نهاية, او ما دل علي ما فوق الثلاثة الي غير نهاية علي مذهب اخر.
Terdapat beberapa pola umum dalam pembentukan jamak taksir, yaitu sebagai berikut:
1. Pola Jamak Taksir Qillah
الأمثلة الوزن
نفس : انفس
ذراع : اذرع افعل (بفتح فسكون فضم)
سيف : اسياف, و عنق : اعناق, وقفل : اقفل. أفعال
طعام: اطعمة, ورغيف : ارغفة أفعلة
فتى : فتية, وشيخ : شيخة فعلة(بكسر فسكون ففتح) وهو سماعي
2. Pola Jamak Taksir Katsroh
الأمثلة الوزن
خُضْرٌ فُعْلٌ
ذُرُعٌ فُعُلٌ
لُجَجٌ فُعَلٌ
نِقَمٌ فِعَلٌ
قُضاةٌ فُعَلَةٌ
قتلة فَعَلَةٌ
عُذّلٌ فُعَّلٌ
كُتّلب فُعّال
رِقاب فِعال
قُلوب فُعُول
غِربان فِعلان
عَبدان فَعلان
جُلساء فُعلاء
أشداء أفعال
3.3 Persamaan Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Berdasarkan pola- pola kata jamak yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dianalisis perbedaan- perbedaan pola tersebut dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
Persamaan pola jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa arab adalah sebagai berikut:
1. Jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab sama-sama memiliki beberapa pola atau bentuk
2. Satu kata dapat memilki lebih dari satu pola jamak, seperti baju- baju, beberapa baju dan semua baju. Dalam bahasa arab seperti نفوس dan
أنفس.
3. Keduanya memilki leksem atau kata yang langsung bermakna jamak. Sedangkan dalam bahasa Indonesia terdapat leksem yang langsung bermakna jamak, seperti : masyarakat, publik, الإنسان
3.4 Perbedaan Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Berdasarkan pola- pola kata jamak yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dianalisis perbedaan- perbedaan pola tersebut dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
Perbedaan pola jamak dalam bahasa Indonesia dan bahasa arab adalah sebagai berikut:
1. Dalam bahasa arab tidak ada konsep pengulangan kata, sedangkan dalam bahasa Indonesia terdapat pola jamak dengan pengulangan katanya, seperti buku-buku.
2. Dalam bahasa Indonesia tidak ada pola gender (muannas dan muzakkar) seperti dalam bahasa arab, yaitu jamak muzakkar salim (المسلمون) dan dalam jamak muannas salim ( المسلمات)
3. Dalam bahasa Arab pola jamaknya baku dan banyak sehingga harus dihapal sedangkan dalam bahasa Indonesia pola jamaknya tidak baku.
4. Dalam bahasa arab terdapat perbedaan pola jamak sesuai kuantitasnya yaitu jamak taksir qillah dan katsroh.
3.5 Kesulitan Siswa dalam Masalah Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa kedua, terutama dalam membuat sebuah kalimat, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan. Siswa pun mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan perubahan kata jamak dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa arab. Berikut adalah beberapa kesulitan yang dialami siswa saat proses pembelajaran :
1. Siswa pada saat menggunakan bahasa kedua dituntut untuk menggunakan konsep bahasa kedua, maka mengakibatkan kesalahan dan kesulitan dalam berbahasa, akibat unsur-unsur kebahasaan itu tidak terdapat dalam bahasa pertama.
2. Siswa sulit mengahapal pola jamak dalam bahasa Arab
3.6 Solusi Kesulitan Siswa dalam Masalah Pola Kata Jamak Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab
Setiap masalah membutuhkan solusi untuk menyelesaikan. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah siswa dalam penggunaan pola jamak bahasa Indonesia dan Bahasa Arab :
1. Guru dapat mengaplikasikan metode mind mapping untuk memudahkan siswa menguasai pola- pola jamak
2. Guru mewajibkan siswa untuk menghapal pola- pola jamak
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tarigan mengemukakan bahwa Analisis Kontrastif (Contrastive Analysis), selanjutnya digunakan istilah anakon, merupakan kegiatan pembandingan dua struktur dua bahasa–bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) – untuk menemukan perbedaan-perbedaan yang ada pada kedua bahasa tersebut. Hasil perbedaan yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk memprediksi kesulitan belajar bahasa terutama bahasa kedua (B2).Oleh karena itu, analisis kontrastif dapat dijadikan solusi alternatifdalam pengajaran bahasa kedua, dengan melakukan analisis kontrastif, guru dapat mengetahui kesulitan dan kesalahan siswa dalam berbahasa.
Morfologi atau tata kata adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk pembentukan kata. Morfologi mengkaji seluk-beluk morfem, bagaimana mengenali sebuah morfem, dan bagaimana morfem berproses membentuk kata.
Terdapat beberapa pola jamak dalam bahasa Indonesia yaitu, pengulangan kata, penambahan kata bilangan, penambahan kata bantu jamak, dan kata ganti orang. Dalam bahasa Indonesia terdapat leksem atau kata yang langsung bermakna jamak seperti, masyarakat, publik dan lain-lain.
Bahasa arab merupakan bahasa yang memiliki struktur yang sangat kompleks, dibuktikan dengan struktur bahasa ini memuat beberapa kategori-kategori infleksional seperti jumlah, gender, dan kasus untuk kelas nomina, sedangkan jumlah, gender, kala, modus dan aspek untuk kelas verba.
Pada kategori jumlah dalam bahasa Arab, terdapat dua jenis: yaitu jamak sālim dan jamak taksir. Jamak sālim dibedakan menjadi dua berdasarkan gender maskulin di sebut juga dengan Jama’ mużakkar sālim dan berdasarkan gender feminin disebut juga dengan jama’ muannaṡ sālim. Jama’ sālim memiliki keteraturan dalam pembentukannya dengan menambahkan imbuhan di akhir kata, sedangkan jama’ taksir memiliki pola-pola yang beragam dalam pembentukannya.
Pola jamak bahasa Indonesia dan bahasa Arab memilki perbedaan yang banyak sehingga siswa mengalami kesulitan dan kesalahan dalam menerjemahkannya.
4.2 Saran dan Kritik
Untuk menyelesaikan masalah siswa mengenai pola jamak, guru harus memilih metode dan teknik pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul .Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.2007
Muin, M. A. , Drs. Abdul . Analisis Konstrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Alhusna Baru. 2004
Tarigan, Henry Guntur. Pengajaran Analisis Kontrastif Bahasa. Bandung: Angkasa, 2009
Ismail, Moh. (Pengalih Bahasa). 1991. An-Nahwul Wadlih Tata Bahasa Arab. Surabaya: Putra Al-Ma’arif.
Nababan, Sri Utari Subyakto. Analisis Kontrastif dan Kesalahan Suatu Kajian dari Sudut Pandang Guru Bahasa. Jakarta 1994
مختصر الصرف - عبد الهادي الفضلي
http://eningherniti.blogspot.com/2010/07/konsep-jamak-dalam-bahasa-indonesia.html
http://nurrismatuw93.blogspot.com/2013/07/analisis-kontrastif-terhadap-bahasa.html
nur risma amaliyah di 7/26/2013 10:23:00 PM
http://kamusbahasaindonesia.org/jamak#ixzz2x2EA72Tw
Diposkan oleh Wahyu Budi utami 09.39
http://wahyubudiutami.blogspot.com/2012/01/bentuk-jamak-dalam-bahasa indonesia.html
Rabu, 09 Juli 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar