“Abisin makanannya, nanti mama kasih es krim deh”
“Kalau kamu bisa rangking 1, papa beliin sepeda yang kamu minta itu”
“Ayo.. mandi dulu.. nanti kita main ke playground depan”
“Setelah kamu hafal dulu juz 30, ayah janji kasih tab nya”
Nyogok.
Hal yang terlalu sering kita lakukan… tanpa sadar. Kita terus menerus meletakkan wortel di depan kelinci.. agar kelinci terus melompat. Apa yang terjadi ketika wortel tidak lagi ada?
Akhirnya.. anak makan, karena eskrim, bukan karena merasa lapar, atau untuk menjaga kesehatan tubuh. Anak belajar, bukan untuk pintar dan memahami materi.. tapi untuk bisa sepedaan dengan tetangga sebelah yang baru pindah itu
Anak mandi bukan agar segar, bersih dan wangi, tapi murni karena dia mau main keluar rumah.
Setelah tab di tangan.. hafalan juz 30 nya? Nguap semua. Ayo di muraja’ah lagi hafalannya. Kalau aku muraja’ah, dpt apa?
Iming-iming akan terus bertambah. Kalau tidak dalam jumlah, dalam harga. Anak 3 tahun masih bisa di sogok sama eskrim dan permen untuk ngabisin makanannya.. ketika tanggung jawab sudah semakin berat, bayarannya juga semakin besar. Secara gak mungkin kan kalimatnya: ayo, kalau kamu menang lomba pidato itu, Abi kasih eskrim? Yang ada anaknya sinis tertawa.
Saling memberi hadiah ada hadist nya.. saya tau. Dan saya super duper setuju memberi reward atas usaha, kerja keras dan prestasi yang sudah anak lakukan. Saya Cuma menyarankan untuk tidak dijanjikan di depan. Karena tidak tahukah anda bahwa ada pula hadistnya tentang dilarangnya penyuapan?
Anak harus tau bahwa ada eskrim ataupun tidak..dia tetap harus makan.
Sepeda di belikan atau tidak, sekolah itu perlu, dan kalau dia muslim, menuntut ilmu menjadi sebuah kewajiban
Main ke luar atau tidak, kudu mandi eniwei, karena kalau gak gatel. Bau dan keringetan.
Dan jadi penghafal qur’an itu mulia, berpahala, tab jadi atau tidak di belikan
Kalau di janjikan di dpn, bayangkan saja kalau ternyata habis mandi.. hujan lebat. Jadi tidak bisa main ke playground di luar. Betapa kecewa?
Bayangkan binar matanya kalau dia rangking satu, terus tiba2 besoknya ayah pulang membawa sepeda? Atau setelah makan, tiba2 dapet eskrim sebagai pencuci mulutnya?
Yang paling sering kita dengar dlm 1,5bln ke dpn adalah: kalau kamu puasanya sebulan penuh.. mama/papa akan kasih…(isi sendiri)
Walaupun saya gak pernah kasih apa-apa untuk anak saya jika dia puasa sebulan penuh, saya mempersilahkan para orangtua memberikan hadiah atas usaha anak-anak itu. tapi please jgn di janjikan di awal. Kasih uang, hape, atau trip keliling dunia, sesuaikan saja dengan keadaan kantong masing2 keluarga, tapi kalau di sogok dari awal, puasanya murni untuk itu saja. Tanpa di sogok di dpn saja, kalau 1x ramadhan di kasih hadiah, biasanya th dpn nya ngarepin lg, dan gak mau dlm jumlah yang sama dengan tahun sebelumnya. Lalu apa yang terjadi? Ini mjd ‘wabah lebaran’, dimana si tante itu ngasihnya nggak sebanyak om ini. Karena biasa dapet yang merah, yang biru nggak mau lagi. Boro2 yang ungu.. idih.. cuih2.
Itukah kesan yang anda inginkan bagi anak anda ketika hari raya tiba? Boro2 maaf2an dan kembali fitri, anak akan silaturrahmi murni karena di akhir hari bergelimang rupiah.
Saya tekankan lagi, karena biasanya bakal banyak yang salah paham. Saya tidak anti dengan memberi hadiah, saya hanya tidak mau anak-anak melakukan sesuatu dengan niat yang salah. Apa saja, tidak hanya puasa.
Kalau anak saya tidak mau makan? Ya sudah. Berarti dia sedang tidak lapar. Atau porsinya saat itu terlalu besar. Bisa dihabiskan lain waktu. Atau jadi pelajaran agar tidak mengambil porsi sebesar itu. sedikit2 dulu. Kalau makanannya habis dan mau saya kasih eskrim or permen setelah itu.. suka-suka saya. Toh kalau saya tiba2 berubah pikiran, tidak terjanjikan sebelumnya. Karena tidak berharap, anak pun tidak kecewa.
Kalau saya mau anak menghafal sebuah surat, saya harus hafal surat itu terlebih dahulu. Atau minimal berlomba2 siapa yang bisa hafal duluan. Kalau dia menang (secara otak saya Pentium 2, dia Pentium 9) gak masalah kalau saya mau memberinya roller blade yang sudah lama dia idam2kan.
Umumnya, saya berikan pilihan sebagai prasyarat. Misalnya saya harus menjemput abangnya sekolah dan saya mau si tengah tidur siang. Saya kasih pilihan: kalau mau ikut jemput abang, kamu harus tidur siang dulu. Kalau tidak mau tidur siang..tidak apa. Tidak ada yang memaksa. Cuma jadi tidak bisa ikut jemput abang. Kamu bisa stay di rumah sama mbak. Jadi dia akan memilih untuk tidur apa tidak. Seberapa besar keinginannya untuk tidur atau tidak. Dia bisa menimbang2 kengantukan dirinya. Sebanding tidak dengan trip menjemput abangnya? Jadi ada hari2 yang dia memutuskan untuk tidur siang, dan ada hari2 yang dia tidak mau. Kalau tidak mau, tidak apa. Tidak ada hukuman. Orang gak ngantuk kok di paksa tidur. Nggak masuk akal. Anda mau di paksa?
Kecilnya eskrim, permen dan sepeda. Besarnya? “Kalau bapak menangkan saya tender ini, bapak mendapatkan 20M.” Familiar?
Pantas sajalah korupsi merajalela di negeri ini. Mungkin mereka dulu waktu kecil selalu diiming2i. di janjikan hadiah sebelum pekerjaannya dilakukan. Di sogok dulu, baru proyeknya jalan.
Kalau dulu begitu kita dibesarkan, maklumi sajalah. Jaman orangtua kita mjd orangtua, ilmu parenting belum sebegininya. Tapi masa kita mau mengulang kesalahan lama, yang bisa merusak mental anak-anak kita juga?
Mengasuh itu nggak bisa Cuma diliat pada kejadian saat itu saja. Harus dipertimbangkan efek jangka panjangnya. Cara yang salah akan membentuk masa depan bukan hanya anak, tapi cucu kita juga. Karena besar kemungkinan mereka akan membesarkan anak2nya dengan cara kita mengasuhnya.
Harapan dari artikel ini sebetulnya sederhana, 20th ke depan, tidak perlu ada lagi KPK di Indonesia :)
- Sarra Risman
*jika dirasa manfaat, tidak perlu izin untuk menyebarkan artikel inimitable
0 komentar:
Posting Komentar