Suatu hari, tiga tahun yang lalu, saya sedang bete berat. Entah mengapa, dunia
terasa sempit, sumpek dan menyebalkan. Padahal banyak pekerjaan yang mestinya
saya selesaikan. Laporan praktikum yang bertumpuk, makalah-makalah serta
seabrek PR dari banyak organisasi yang kebetulan saya ikuti. Dalam perjalanan
pulang menuju kost, mata saya tiba-tiba tertumbuk pada sebuah wartel. Tanpa
tahu mau menelepon siapa dan untuk apa menelepon, saya dengan linglung memasuki
salah satu kabin. Sebuah nomor tiba-tiba terpencet otomatis. 8411063!
“Assalamu’alaikum…” sebuah suara yang mendadak terasa merdu terdengar.
Seperti ada suntikan kesegaran yang luar biasa, mendadak semangat saya bangkit.
Percakapan yang mengalir begitu saja telah mengubah dunia yang tadinya abu-abu
menjadi penuh warna. Pemilik suara itu adalah seorang sahabat yang sangat dekat
dengan saya. Meskipun jarang bertemu, kami yakin, ada cinta yang
menginspirasikan berbagai ide mulai dari yang sederhana sampai briliyan. Cinta
itu yang kami yakini menjadi pemotivator dari setiap langkah yang kian hari
kian berat.
Ah, Cinta…
Saya selalu terpana dengan cinta. Membuat pikiran ini dengan susah payah
membayangkan seorang Abu Bakar yang tiba-tiba berlari kesana kemari, kadang ke
depan, ke samping, lantas tiba-tiba ke belakang rasulullah. Saat itu mereka
sedang dalam perjalanan hijrah menuju Madinah. Di belakang, orang-orang kafir Quraisy
mengejar, bermaksud membunuh Muhammad SAW. Tentu saja sang nabi terheran-heran.
Beliau pun bertanya dan dijawab oleh Abu Bakar, bahwa ketika ia melihat musuh
ada di belakang, maka Abu Bakar berlari ke belakang. Jika musuh di depan, Abu
Bakar lari ke depan, dan seterusnya. Abu Bakar siap menjadi tameng buat
rasulullah. Agar jika ada musuh menyerang, ia lah yang lebih dulu menerimanya.
Itulah cinta. Sama seperti ketika mereka akhirnya kecapekan dan menemukan
sebuah gua. Abu Bakar melarang Rasul masuk sebelum ia membersihkan terlebih
dulu. Saat membersihkan, Abu Bakar melihat 3 buah lubang. Satu lubang ia tutup
dengan sobekan kain bajunya, lalu yang dua ia tutup dengan ibu jari kakinya.
Rasul pun tidur di pangkuan Abu Bakar. Pada saat itulah, Abu Bakar merasakan
kesakitan yang luar biasa. Ia digigit ular. Namun ia tidak mau membangunkan
Rasul dan terus menahan sakit hingga air matanya menetes. Tetesan itu menimpa
rasul dan terbangunlah beliau. Berkat mukzizat Rasul, sakit itu pun berhasil
disembuhkan. (Sumber, ‘Berkas-berkas Cahaya Kenabian’, Ahmad Muhammad Assyaf).
Ada apa dengan cinta? Kalau Mbak Izzatul Jannah (salah seorang teman dekat
juga) menjawab, “ada energi disana”. Saya sepakat dengan pendapat itu. Bukan
karena beliau adalah teman dekat, tetapi karena saya telah merasakannya. Dan
saya ingin berbagai cahaya dengan kalian.
Cinta Positif vs Cinta Negatif
Jujur, saya mungkin kurang ngeh jika bicara masalah cinta, karena saya belum
menikah. (He…he, mohon doanya ya…). Saya pun alhamdulillah belum sempat
pacaran, karena Allah keburu ‘menyesatkan’ saya dari jalan kemaksiatan menuju
jalan yang terang benderang, jalan yang kita yakini bersama kebenaran dan
keindahannya. Namun justru itulah, saya lantas menikmati cinta yang sejati.
Lewat para sahabat yang mengantarkan diri ini semakin hari semakin berkarat
(maksudnya kadar karatnya makin tinggi, seperti logam mulia itu lho…) alias
semakin baik. Serta tidak ketinggalan, cinta kepada sang pemberi kehidupan
alias cinta hakiki yang tertinggi.
Seorang sahabat pernah bernasyid di depan saya, menukil sebuah nasyid yang
dipopulerkan oleh SNADA.
Ingin kukatakan, arti cinta kepada dirimu dinda
Agar kau mengerti, arti sesungguhnya
Tak akan terlena dan terbawa, alunan bunga asmara
Yang kan membuat dirimu sengsara
Cinta suci luar biasa, rahmat sang pencipta
Kepada semua hamba-hambanya
Jangan pernah kau berpaling dari cinta
Cinta dari sang maha pencipta
Kau pasti tergoda…
Nyanyian itu membuat saya merenung panjang lebar. Yups, ketemu deh. Ada cinta
positif, ada juga cinta negatif. Jika cinta adalah energi, maka akan muncul
pula energi positif dan energi negatif.
Adanya energi membuat semua terasa ringan. Dengan energi, gampang saja si Edo
misalnya, menghajar serombongan preman yang mengusili pacarnya, Dewi. Konon
cinta bisa membuat si penakut menjadi pemberani. Dengan energi pula puasa
ramadhan terasa begitu indah, meskipun sebulan penuh kita diperintahkan untuk
tidak makan dan minum dari terbit hingga terbenam matahari.
Kendali, itu kuncinya
Energi itu akan di dihasilkan oleh reaktor hati, pembedanya adalah faktor
pengendali. PLTN adalah sebuah tempat berlangsungnya reaksi nuklir yang
terkendali, sehingga energi yang dilepaskan dapat menjadi komponen yang
berfungsi untuk manusia. Itu energi positif.
Jika reaksi nuklir tidak terkendali, bayangkanlah ledakan bom atom di Hiroshima
dan Nagasaki yang menewaskan ratusan ribu manusia dan menimbulkan kerugian yang
luar biasa. Itu energi negatif.
Karena reaktor tersebut adalah hati, maka semua manusia pasti memilikinya.
Positif atau negatif tergantung pada pengendalian manusia tersebut terhadap
hati yang dimiliki. Seperti sabda rasulullah SAW :
“Inna fii jasadi mudhghotan Idza sholuhat sholuhal jasadu kulluhu. Waidza
fasadat fasadal jasadu kulluhu. Alaa wahiyal qolbu.”
Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah
seluruhnya. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruhnya. Ingatlah bahwa ia adalah
hati. (HR Bukhari Muslim).
Cinta Negatif, Apaan tuh?!
Adalah cinta yang dialirkan dari energi tak terkendali. Ini nich, cinta yang
merusak. Terlahir dari syubhat dah syahwat. Ngakunya moderat, padahal kuno
berat. Bagaimana tidak kuno, cinta yang lahir dari syahwat mulai ada sejak
jaman bauhela, bagaimana mungkin orang yang tidak pacaran disebut sebagai
‘ketinggalan jaman?’
Cinta negatif kini telah membanjiri pasaran, menebar kemadhorotan. Remaja
gelagapan dan tidak tahu jalan, akhirnya ikut-ikutan. Pacaran, free sex, kumpul
kebo, selingkuh… mendadak jadi tren. Secara normatif, semua perempuan tidak mau
melihat lelaki yang dicintai ngabuburit dengan perempuan lain. Namun anehnya,
ia malah berdandan seseksi mungkin agar lelaki lain tertarik padanya.
Mana bisa kesetiaan dipertahankan jika syahwat dikedepankan?
Mau tahu korban dari cinta negatif? Kerusakan moral. Yap! Survey di Yogyakarta
menyebutkan 97,05% mahasiswa di Yogya tidak perawan, Survey itu dilakukan
kepada 1660 responden dan hanya 3 orang yang mengaku belum melakukan aktivitas
seks termasuk masturbasi! Astaghfirullah. Terlepas dari pro dan kontra tentang
kashahihan hasil survey itu, jelas… data yang tercatat menunjukan sebuah
ketakutan yang luar biasa bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya
ke Yogya.
Cinta negatif telah menjelma menjadi teroris! Bukan hanya cinta yang mengeksploitasi
seks, juga cinta kepada tahta dan harta yang membuat manusia berubah menjadi
serigala yang sanggup tertawa-tawa ketika mengunyah bangkai rekan sendiri.
Menggapai Cinta Positif
Cinta positif adalah cinta yang frame-nya adalah cinta karena Allah. Cinta
kepada Allah sebagai cinta yang hakiki, sedang cinta kepada selain Allah
dilaksanakan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Jika diatas disebutkan bahwa
kata kuncinya adalah ‘kendali hati’, maka jelas, untuk menggapai cinta positif,
hati harus pertama kali ditundukan. Jika hati telah ditundukkan maka akan bisa
kita kendalikan. Jika hati terkendali, yakin deh, seluruh jasad dan akal kita
pun mampu selaras dengan sang panglimanya tersebut.
Bahasa Pena?
Jika cinta adalah energi, maka yang terlahir dari cinta adalah produktivitas.
Pena hanya salah satu dari banyak pilihan, tergantung pada potensi
masing-masing. Saya memilih pena karena profesi saya adalah seorang penulis.
Karena bingkai kecintaan itu adalah cinta kepada Allah, maka saya akan menjadikan
tarian pena saya sebagai ekspresi kecintaan kepada Allah. Serupa tapi tak sama
akan dialami oleh teman-teman yang mahir dibidang lain, memasak, memprogram
komputer dan sebagainya. Bukti cinta itu adalah produktivitas. So, jika kita
tidak produktif, berarti tidak ada energi yang menggerakan, yang
ujung-ujungnya, kamu tidak punya cinta. Kasiaaan deh Luuu.
Ada apa dengan cinta? Jawabnya : ada energi. Muaranya, produktivitas,
optimalisasi potensi. Tentu saja yang kita usahakan adalah cinta positif, sehingga
produktivitas yang tercetak adalah produktivitas yang positif pula.
Solo, 18 November 2002
Penulis adalah aktivis Forum Lingkar Pena dan Redaktur Majalah Pengembangan
Pribadi Remaja Muslim KARIMA
sumber : kafemuslimah.com